Jumat, 21 November 2014

Darurat Syi'ir

DARURAT SYI’IR
( الضرورة الشعرية )
            Pengetahuan yang harusdimilikiolehseorangpenyair Arab itu meliputipengetahuan:  gramatika (kaidah bahasa) Arab, baik berupa ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, ilmu Ma’ani, ilmu Badi’, ilmuArudl, ilmu Qawafi dan Al Insya’, karena bahasa itu termasuk salah satu unsur daripada syi’ir, dan jika bahasa penyair itu berbeda dengan gramatikanya, maka syi’irnya akan mengalami kecacatan [kecuali karena darurat].
            Alasan yang mengharuskanseorang penyair untukmengetahui gramatika tersebut, di karenakan adanya keadaan bait yang terbagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
1.      Bait yang tidak terkena cacat dan darurat.
2.      Bait yang terkena cacat.
3.      Bait yang terkena darurat yang tidak diperbolehkan.
4.      Bait yang terkena darurat yang diperbolehkan.
Di dalam kitab-kitab yang berbahasa Arab terdapat beberapa bait syi’ir yang bahasanya menyalahi gramatika bahasa Arab, kesalahan tersebut boleh dilakukan bagi seorang penyair apabila mengalami kesulitan dalam menyesuaikan satuan suara pada lagu syi’ir tersebut, tetapi dengan syarat berpedoman kepada aturan-aturan darurat yang diperbolehkan, yaitu :
1.      Merubah isim ghairu munsharif, ( صرف ما لا ينصرف )
Seperti ucapan penyair dalam merubah kata : ( أندلس )
فى أرض اندلس تلتلذ نعماء
ولا يفارق فيها القلب سراء                                                   
2.      Memendekkan suara yang panjang dan memanjangkan suara yang pendek, (قصرالممدود ومدا المقصور)
Seperti ucapan Abu Tamam yang memendekkan kata “ الفضاء ” dan memanjangkan kata “الهدى ” dalam syi’irnya :
ورث الندى وحوى النهى وبنى العلا
وجلى الد جى ورمى الفضا بهداء
3.      Mengganti Hamzah Qatha’ menjadi Hamzah Washal,( إبد ال همزة ال همزة القطع وصلا )

Seperti ucapan penyair yang menjadikan Hamzah Washal terhadap Hamzahnya kata “ أم ” (Hamzah Qatha’):
ومن يصنع المعروف مع غير اهله
يلا قى الذي لا قى مجير ام عا مر
4.      Mengganti Hamzah Washal menjadi Hamzah Qatha’, (ابدال همزة الوصل قطعا ) seperti ucapan Abu ‘Atahiyah yang menjadikan Hamzah Qatha’ terhadap Hamzah nya fi’il Amar “ ابن ” (Hamzah Washal)
ايها البانى لهد م الليا لى ۞  إبن ما شئت ستلقى خرابا
5.      Takhfiful Musyaddad, ( تخفيف المشد د )
Seperti ucapan Muhammad Ibnu Basyir yang mematikan huruf yang bertasydid pada kata :
تجف
لي بستا ن ا نيق زا هر ۞ غد ق تربته ليست تجف
6.      Takhfiful Hamzah, ( تخفيف الهمزة ), seperti Ucapan Umaiyah bin Abi Shallat yang mematikan Hamzahnya kata : “البا رئ
هوالله با رئ الخلق والخلق كلهم
اما ء له طو عا جميعا واعبد
7.      Tatsqilul Hamzah, (( تثقيل المخفف , seperti ucapan penyair yang mentasydid huruf mim pada “دم
اها ن دمك فرغا بعد عزته
يا عمرو بغيك اصرا على الحسد
8.      Mematikan huruf hidup dan menghidupkan huruf mati, ( تسكين المتحرك وتحريك الساكن ), seperti  ucapan Ma’arri yang mematikan huruf jim pada kata : “رجل
وقد يقا ل عشا ر الرجل ان عثرت
ولا يقا ل عثا رالرجل ان عشرا
Kadang-kadang mematikan huruf Ha’ pada kata : هو
فا لدر وهوا جل شئ يقتنى
ما حط قيمته هوا ن الغا ئص
Juga menghidupkan huruf Hak yang mati pada kata :
الزهر
تبقى صنا ئعهم الأرض بعد هم
والغيب ان سا ر أبقى بعده الزهرا
Dan seperti ucapan Ibnul Hauzi yang menghidupkan huruf Lam pada kata :
"حلم"
تبا لطا لب الد نيا لا بقاء لها
كا نما هى فى تصريفها حلم
9.      Memberi tanda “tanwin” pada ‘alam munada, ( تنوين العلم المنا دى ), seperti ucapan penyair yang memberi tanda tanwin terhadap huruf Ra’ pada kata : مطر
سلام الله يا مطر عليها ۞ وليس عليك يا مطر سلام
10.  Mengisyba’kan huruf hidup sehingga menimbulkan huruf mad
اشباع الحرف  الحركة حتى يتولد منها حرف مد
Seperti ucapan قيس مر ال اyang mengisyba’kan  harakat kasrah dengan menambah huruf ي pada kata :انجل
الطويل الا انجلي # بصبح وما الاصبح منك بامثلالاايهااليل
Dan juga ucapan khawarizmy yang mengisybakan harakat fathah dengan menambah huruf alif pada kata اقام
 انت الا البدر ان قل ضؤه # اغب وان زاد الضياء اقامفما
Di samping itu isbak ini banyak terjadi pada isim dhomir seperti ucapan penyair yang mengisyba’kan huruf  kaf pada kata اخاك  maka menjadi اخاكا  dan juga pada kata له maka menjadi لهو
اخاكا اخاكا ان من لا اخا لهو # كساع الى الهيجا بغير سلاح
11.  Menghidupkan huruf mim jama’ah
(تحريك ميم الجماعة )
Seperti ucapan Udzainah yang menghidupkan huruf mim pada kataهم"
 اهلة غسان و مجدو هم # عال فإن حاولو ملكا فلا عجباهم
12.  Menghidupkan huruf mati di akhir taf’ilah pada bait dengan harakat Kasrah, seperti ucapan ‘Antarah yang menghidupkan huruf Mim pada kata : اقدم

ولقد شفى نفسى وأبر أسقمها # قبل الفوارس ويك عنتر اقدم

Bagaimana Manusia Mempresepsi Ujaran

Bagaimana Manusia Mempersepsi Ujaran
Saat kita mendengarkan orang yang berbicara dengan kita, rasanya otak kita sudah terinstal secara otomatis hingga  tanpa waktu lama kita dapat mengerti apa yang ia ucapkan. Tanpa pernah kita sadari bahwa terdapat sebuah proses yang sangat rumit di balik itu semua. Penelitian mengenai bagaimana cara seorang manusia mempresepsi sebuah ujaran, baru ada ditahun-tahun terakhir menjelang Perang Dunia II.
Ada beberapa masalah terkait bagaimana cara seseorang mempresepsi ujaran. Pertama, tingkat kecepatan seseorang itu berbicara pada kita. Kedua, bunyi dalam suatu ujaran tidak kita dengar secara utuh melainkan bercampur dengan bunyi-bunyi yang lain. Ketiga, perbedaan jenis suara antara lelaki, wanita dan anak-anak.
Untuk menghasilkan suatu bunyi paru-paru kita menghirup dan mengeluarkan udara. Lalu melalui saluran di tenggorokan udara tersebut keluar melalui mulut atau hidung. Namun adakalanya udara yang akan keluar tadi dihambat oleh salah satu bagian mulut sebelum dilepaskan, udara yang dihambat inilah yang dinamakan bunyi. Organ-organ yang berperan dalam menghasilkan bunyi adalah : bibir, gigi, alveolar, palatal keras dan lunak, uvula, lidah, pita suara, faring, rongga hidung dan rongga mulut.
Terdapat beberapa perbedaan dalam proses pembuatan bunyi konsonan serta vokal, perbedaan tersebut ialah : dalam pembuatan bunyi konsonan hal yang harus diperhatikan ialah titik artikulasi, cara artikulasi serta status pita suara. Sementara dalam pembuatan bunyi vokal hal yang harus diperhatikan ialah tinggi rendahnya lidah, posisi lidah, ketegangan lidah dan bentuk bibir. 
Penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana proses suatu bunyi itu dibuat, organ-organ mana yang terlibat, dan bagaimana bunyi-bunyi tersebut digabungkan karena hal-hal tersebut ikut berpengaruh menentukan bagaiman tanggapan kita terhadap bunyi dan kata dari suatu bahasa.Ada beberapa model teoritis mengenai bagaimana proses presepsi itu terjadi. Model-model tersebut antara lain : model teori motor untuk presepsi ujaran, model analisis dengan sintesis, fuzzy logical model, model cohort serta model trace.
Terdapat dua hal yang dapat membantu kita dalam proses presepsi. Pertama, pengetahuan yang kita miliki sebagai penutur bahasa. Dan yang kedua adalah, pengetahuan kita mengenai sintaksis maupun semantik bahasa kita. Dapat juga dikatakan bahwa pengaruh konteks dalam presepsi ujaran sangatlah besar. Misalnya ketika seseorang yang berbicara pada kita akan mengucapkan “Tini tidak masuk sekolah karena sakit”, saat ia akan mengucapkan kata sakit tiba-tiba ia terbatuk sehingga yang terdengar adalah kata “keakit” maka secara otomatis kita akan menerka kata yang tidak jelas tadi adalah kata “sakit” dari konteks di mana kata tersebut digunakan atau dari perkiraan makna yang dimaksud oleh pembicara. 




Imarah di Hijaz


IMARAH DI HIJAZ
Makalah:
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Geografi dan Budaya Arab




Oleh:
Lina Muflihah (A01213052)
M. Fatchur Rozak (A01213053)
Vera Lidya Putri I. (A21312114)
DosenPengampu:
 Idrus
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB
UIN SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014

KATA PENGANTAR
A.   Latar  Belakang











B.   Rumusan Masalah
1.  Bagaimana keadaan geografis wilayah hijaz?
2.  Bagaimana berlangsungnya kepemimpinan di hijaz?
3.  Bagaimana kondisi politik di hijaz?


C.   Tujuan
1.  Untuk mengetahui keadaan geografis wilayah hijaz.
2.  Untuk mengetahui berlangsungnya kepemimpinan di hijaz.
3.  Untuk mengetahui kondisi politik di hijaz.


PEMBAHASAN
A.    KEADAAN GEOGRAFIS WILAYAH  HIJAZ
Secara bahasa, Hijaz berarti penghambat atau tirai. Daerah ini semata-mata terdiri dari bukit barisan yang memanjang dari sebelah utara Yaman sampai ke dataran Syam. Di sini udaranya sangat panas. Jarang sekali turun hujan, dan bila turun hujan, maka terjadilah banjir yang airnya begitu derasnya mengalir ke laut, karena di situ terdapat lembah-lembah yang begitu banyak, sehingga tanahnya tandus. Kota-kotanya yang terkenal ialah: Mekah, Yatsrib (Madinah) dan Thaif. Dinamakan Hijaz, yang berarti penghambat; sebab daerah tersebut menghambat tanah rendah Tihamah dengan dataran tinggi Nejed.

B.     IMARAH DI HIJAZ
Nabi Isma’il ‘alaihissalam menjadi pemimpin Mekkah dan menangani urusan Ka’bah sepanjang hidupnya. Beliau meninggal pada usia 137 tahun. Sepeninggal beliau, kedua putra beliau yaitu; Nabit kemudian Qaidar secara bergilir menggantikan posisinya. Ada riwayat yang mengatakan bahwa Qaidar lah yang lebih dahulu kemudian baru Nabit. Sepeninggal keduanya, urusan Makkah kemudian ditangani oleh Mudhadh bin ‘Amru al-Jurhumi.
Dengan demikian beralihlah kepemimpinan ke tangan suku Jurhum dan terus berlanjut dalam waktu yang lama. Kedua putra Nabi Ismail menempati kedudukan yang terhormat di hati mereka lantaran jasa ayahanda keduanya dalam membangun Baitullah, padahal mereka tidak memiliki fungsi apapun dalam pemerintahan.
Hari-hari dan zaman pun berlalu sedangkan perihal anak cucu Nabi Isma’il masih redup tak tersentuh hingga gaung suku Jurhum pun akhirnya semakin melemah menjelang munculnya Bukhtunshar. Dipihak lain, peran politik suku ‘Adnan mulai bersinar di Mekkah pada masa itu yang indikasinya adalah tampilnya ‘Adnan sendiri sebagai pemimpin Bangsa Arab tatkala berlangsung serangan Bukhtunshar terhadap mereka di Zat ‘irq, sementara tak seorangpun dari suku Jurhum yang berperan dalam peristiwa tersebut. Bani ‘Adnan berpencar ke Yaman ketika terjadinya serangan kedua oleh Bukhtunshar pada tahun 587 M.
Di Mekkah, keadaan suku Jurhum semakin memburuk setelah itu, mereka mengalami kesulitan hidup. Hal ini menyebabkan mereka menganiaya para pendatang dan menghalalkan harta yang dimiliki oleh administrasi Ka’bah. Tindakan ini menimbulkan kemarahan orang-orang dari Bani ‘Adnan sehingga membuat mereka mempertimbangkan kembali sikap terhadap mereka sebelumnya. Ketika Khuza’ah melintasi Marr azh-Zhahran dan melihat keberadaan rombongan orang-orang yang terdiri dari suku Jurhum, dia tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, maka atas bantuan keturunan Bani ‘Adnan yang lain yaitu Bani Bakr bin ‘Abdu Manaf bin Kinanah mereka lantas memerangi orang-orang Jurhum, akibatnya mereka diusir dari Mekkah. Dengan begitu, dia berhasil mengusai pemerintahan Mekkah pada pertengahan abad 2 M. Tatkala orang-orang Jurhum akan mengungsi keluar Mekkah, mereka menyumbat sumur Zamzam dan menghilangkan letaknya serta mengubur didalamnya beberapa benda.
Periode Ismail ‘alaihissalam diprediksi berlangsung sekitar dua puluh abad sebelum Masehi. Dengan demikian masa keberadaan Jurhum di Mekkah berkisar sekitar dua puluh satu abad sedangkan masa kekuasaan mereka adalah selama dua puluh abad. Khuza’ah menangani sendiri urusan administrasi Mekkah tanpa menyertakan peran Bani Bakr.
Periode kekuasaan Khuza’ah berlangsung selama tiga ratus tahun. Pada periode ini kaum ‘Adnan menyebar di kawasan Najd, pinggiran ‘Iraq dan Bahrain. Sedangkan keturunan Quraisy ; mereka hidup sebagai Hallul (suku yang
 suka turun gunung) dan Shirm (yang turun gunung guna mencari air bersama unta mereka) dan menyebar ke pinggiran kota Mekkah dan menempati rumah-rumah yang berpencar-pencar di tengah kaum mereka, Bani Kinanah. Namun begitu, mereka tidak memiliki wewenang apa pun baik dalam pengurusan kota Mekkah ataupun Ka’bah hingga kemunculan Qushai bin Kilab.
Mengenai jatidiri Qushai ini, diceritakan bahwa bapaknya meninggal dunia saat dia masih dalam momongan ibunya, kemudian ibunya menikah lagi dengan seorang laki-laki dari Bani ‘Uzrah yaitu Rabi’ah bin Haram, lalu ibunya dibawa ke negeri asalnya di pinggiran Kota Syam. Ketika Qushai beranjak dewasa, dia kembali ke kota Mekkah yang kala itu diperintah oleh Hulail bin Habasyah dari Khuza’ah lalu dia meminang putri Hulail, Hubba maka gayung pun bersambut dan keduanya kemudian dinikahkan. Ketika Hulail meninggal dunia, terjadi perang antara Khuza’ah dan Quraisy yang berakhir dengan kemenangan Qushai dan penguasaannya terhadap urusan kota Mekkah dan Ka’bah.
Di antara langkah yang diambil oleh Qushai adalah memindahkan kaumnya dari rumah-rumah mereka ke Mekkah dan memberikan mereka lahan yang dibagi menjadi empat bidang, lantas menempatkan setiap suku dari Quraisy ke lahan yang telah ditentukan bagi mereka serta menetapkan jabatan sebelumnya kepada mereka yang pernah memegangnya yaitu suku Nasa-ah, Ali Shafwan, ‘Udwan dan Murrah bin ‘Auf sebab dia melihat sudah selayaknya dia tidak merubahnya.
Kondisi Politik
Pemerintahan Hijaz dianggap oleh seluruh orang-orang Arab sebagai pemimpin dan pelaksana keagamaan. Ketika mengadili persengketaan yang terjadi antar orang-orang Arab, pemerintahan tersebut bertindak mewakili kepemimpinan keagamaan dan ketika mengelola urusan masjid Haram dan hal-hal yang berkaitan dengannya, maka ia lakukan sebagai pemerintah yang mengurusi kemashlahatan orang-orang yang berkunjung ke Baitullah atau Ka’bah, begitu juga ia masih menjalankan syari’at Nabi Ibrahim.
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum.
Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Hijaz berarti penghambat/tirai. Daerah ini semata-mata terdiri dari bukit barisan yang memanjang dari sebelah utara Yaman sampai ke Dataran Syam. Di sini udaranya sangat panas. Jarang sekali turun hujan, dan kalau turun hujan, maka terjadilah banjir yang airnya begitu derasnya mengalir ke laut, karena di situ terdapat lembah-lembah yang begitu banyak, sehingga tanahnya tandus. Kota-kotanya yang terkenal ialah: Mekah, Yatsrib (Madinah) dan Thaif. Dinamakan Hijaz, yang berarti penghambat; sebab daerah tersebut menghambat tanah rendah Tihamah dengan dataran tinggi Nejed.


Pikiran Berbahasa Dan Bahasa Berpikir

Pikiran Berbahasa Dan Bahasa Berpikir
Berbahasa adalah penyampaian pikiran atau perasaan dari orang yang berbicara mengenai masalah yang dihadapi dalam kehidupan budayanya (Chaer, 2002: 51). Dari pengertian tersebut dapat kita pahami bahwasanya berbahasa, berpikir, serta berbudaya merupakan tiga kegiatan yang saling berhubungan dalam kehidupan manusia. Karena dipengaruhi dari hubungan ketiganya yang sangat erat, maka muncullah dua hipotesis yang saling berlawanan dalam ilmu psikolinguistik. Hipotesis tersebut adalah: manakah yang lebih dahulu hadir bahasa atau pikiran; pikirankah, bahasakah, atau keduanya hadir secara bersamaan.
Seorang psikolog mashyur berkebangsaan Rusia, Lev Semyonovich Vygotsky, berpendapat bahwasanya terdapat suatu fase perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran dan adanya suatu fase perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa. Jadi pada mulanya pikiran dan bahasa berkembang secara terpisah. Lalu, ketika akhirnya kedua fase ini saling bertemu terjadilah proses kerja sama dan saling mempengaruhi yang disebut pikiran berbahasa dan bahasa berpikir.
Fase perkembangan bahasa pada manusia mengalami beberapa tahapan. tahapan-tahapan tersebut dapat kita saksikan pada seorang anak kecil (bayi). Tahapan tersebut dimulai saat ia mendengar suatu suara (bunyi) bahasa, misalnya “أَبِيْ”. Lalu kemudian saat ia mulai bisa berbicara ia akan mulai mengeluarkan bunyi tersebut meskipun dalam satu suku kata saja, misalnya “بِيْ”. Lalu secara perlahan-lahan ia bisa mengucapkan dua suku kata atau lebih, “+بِيْأَ”. Seiring dengan bertambahnya usia si anak tersebut mulai bisa menyusun kalimat sederhana أَشْرَبْأَبِيْ”, hingga kemudian ia dapat menyusun kalimat yang terstruktur seperti,  أَبِيْ أُرِيْدُ أَنْ أَشْرَبَيَا.
 Perkembangan pikiran yang terjadi pada anak kecil dimulai saat ia mulai melihat dan mendengar segala sesuatu di dunia ini. Seperti misalnya seorang bayi yang diajari untuk mengucapkan “ أُمِّيْ” untuk memanggil ibunya tetapi ia masih belum bisa mengucapkan kata tersebut. Akan tetapi dalam pikiran si bayi telah terdapat suatu konsep (gambaran), bahwa seorang wanita yang selalu ada di dekatnya dan selalu mengurusi keperluannya adalah أُمِّيْ” walaupun ia masih belum dapat mengucapkan kata tersebut. Ketika ada seorang asing yang mendekat pada si bayi tersebut secara spontan ia akan berusaha mendekat ke arah umminya, karena dalam pikiran bayi tersebut hanya umminyalah yang dapat melindunginya. ketika seorang bayi diberi sebuah permainan lego, si bayi tersebut dapat secara perlahan-lahan mengelompokkan lego berdasarkan warna tertentu, walaupun si bayi tersebut belum dapat mengatakan warna apakah itu.
Contoh di atas menunjukkan bahwasanya bahasa dan pikiran mengalami fase perkembangan secara terpisah. Lalu ketika akhirnya kedua fase tersebut saling bertemu terjadilah proses kerja sama dan saling mempengaruhi, seperti pada saat seorang anak mengucapkan sebuah kalimat yang terstruktur, pikirannyalah yang membantu menyusun kalimat tersebut sesuai dengan struktur sintaksis. Proses kerjasama antara bahasa dan pikiran inilah yang disebut dengan pikiran berbahasa dan bahasa berpikir.
                                                                                                           

Pelaksanaan Ujaran

Pelaksanaan Ujaran
Pemahaman manusia terhadap suatu ujaran bisa saja terhenti pada saat ujaran tersebut telah dapat kita pahami dan mengerti, akan tetapi bisa juga dilanjutkan dengan dengan sebuah tindakan tertentu. Misalnya, saat kita mendengar ujaran “Kemarin aku melihat Zulfikar sedang berolahraga”. Kita tidak perlu merespon ujaran tersebut dengan suatu tindakan, maka kita cukup mendengarkan atau menanggapi ujaran tersebut dengan tanggapan verbal saja. Akan tetapi lain halnya saat kita mendengar ujaran “Tolong matikan lampu”. Maka setelah kita memahami makna ujaran tersebut kita perlu melakukan suatu tindakan. Jadi, secara garis besar pemahaman terhadap suatu ujaran dapat dibagi menjadi dua bagian: 1) pemahaman yang hanya sekedar memahami makna ujaran, dan 2) pemahaman yang disertai dengan tindakan untuk melakukan makna ujaran tersebut.
Berdasarkan buku Speech Acts karya J.R. Searle, tindak ujaran terbagi menjadi 5 kelompok: [1] representatif, [2] direktif, [3] komisif, [4] ekspresif, serta [5] deklarasi. Ujaran representatif ialah ujaran yang hanya berisi pernyataan mengenai sesuatu, maka hal yang harus kita lakukan ialah memilah-milah informasi tersebut, mana yang merupakan informasi baru dan mana informasi yang sudah lama.
 Sedangkan ujaran direktif sendiri terbagi menjadi 3 macam: [1] pertanyaan dengan jawaban ya/tidak/bukan, [2] pertanyaan mengenai mana/apa (WH-questions), serta [3] perintah untuk melakukan sesuatu. Saat kita mendengar suatu ujaran yang menuntut kita untuk memberikan jawaban ya/tidak, secara otomatis otak kita akan “mengaduk-aduk” informasi yang telah ada pada memori otak kita. Apabila di dalam memori otak kita telah tersimpan informasi mengenai pertanyaan tersebut, maka dengan sendirinya akan muncul jawaban ya/tidak untuk menanggapi pertanyaan tersebut. Sementara pertanyaan ya/tidak menanyakan kebenaran suatu proposisi, maka lain halnya dengan pertanyaan mana/apa (WH-questions) yang bertujuan untuk mencari suatu informasi tertentu. Jadi saat kita mendengar pertanyaan mengenai mana/apa otak kita tidak hanya mencocokkan antara informasi lama dan baru tetapi juga mencari informasi yang diperlukan. Sedangkan respon kita untuk kalimat perintah adalah dengan melakukan suatu perbuatan sesuai makna kalimat tersebut.
Ujaran komisif merupakan suatu ujaran yang menuntut penuturnya untuk melakukan ujaran yang ia tuturkan, maka pelaksanaan tindak ujaran komisif sama dengan tindak ujaran representatif, yaitu hanya sekedar menyimpan informasi tersebut pada memori otak kita. Sementara itu ujaran ekspresif menyatakan suatu keadaan psikologis seseorang maka tindak ujarannya bisa hanya berupa tanggapan verbal, menyimpan informasi tersebut dalam memori atau bahkan tidak perlu ada respon apa-apa. Sedangkan ujaran deklarasi ialah ujaran yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan suatu hal [status, keadaan, dan lain-lain] yang baru maka penuturnya harus melalui syarat kelayakan agar si pendengar dapat merasa yakin bahwa si penutur mempunyai wewenang untuk menuturkan apa yang ia tuturkan. Jadi pelaksanaan tindak ujaran in hanya dapat dilakukan apabila syarat kelayakannya telah terpenuhi.


(Dardjowidjojo, 2003: 99-107) 

Kamis, 05 Juni 2014

KEHIDUPAN UMRU QAIS




Makalah :
حياة أمر القويس مع المثال من شعره
Mata Kuliah :
التاريخ الأدب العربي







Oleh :
1.      Imroatus Saudah         (A01213039)
2.      Lina Muflihah             (A01213052)
3.      M. Amirul Mukminin 

Dosen Pengampu :

PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB
UIN SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014

Kata Pengantar

Alhamdulillah, kami ungkapkan ke hadirat Allah swt atas segala nikmat dan anugerah-Nya yang telah diberikan kepada kami, khususnya atas terselesaikannya makalah ini. Sholawat salam kami curahkan kepada nabi Muhammad SAW sebagai ungkapan hormat dan tawadhu’ pada beliau. Semoga rahmat dan anugerah Allah serta syafaat Rasulullah selalu tercurahkan kepada kita.
            Makalah ini membahas tentang kehidupan Umru’ul Qais dan hal-hal yang mempengaruhi gaya bahasa puisinya beserta beberapa contoh syi’irnya yang terkenal.
            Kami selaku penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah mengajarkan kami tentang hal ini, kepada para penulis buku-buku sejarah sastra Arab serta teman-teman yang telah memberikan motivasi kepada kami hingga dapat menyelesaikan makalah ini.
            Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, kritik dan saran akan kami tanggapi dan semoga kita semua mendapatkan ridha Allah Azzawajalla. Amin.

Surabaya, 08 April 2014










BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah, antara lain :
a.       Bagaimana kehidupan penyair Umru’ul Qais?
b.      Apa saja yang mempengaruhi karya sastra Umru’ul Qais?
c.       Apa saja contoh dari syi’ir-syi’ir Umru’ul Qais yang terkenal?
C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat kita ketahui beberapa tujuan pembuatan makalah ini, antara lain :
a.       Kita dapat mengetahui kehidupan penyair Umru’ul Qais pada zaman Jahiliyah
b.      Kita dapat mengetahui pengaruh pengalaman Umru’ul Qais terhadap gaya bahasa dalam syi’ir-syi’irnya
c.       Kita dapat mengetahui beberapa contoh syi’ir-syi’ir Umru’ul Qais yang terkenal

BAB II
PEMBAHASAN
A.    KEHIDUPAN UMRU’UL QAIS
Penyair ini berasal dari suku Kindah, yaitu suatu suku yang pernah berkuasa penuh di Yaman. Karena itu Umru’ul Qais lebih dikenal sebagai penyair Yaman dan Hadramaut.
Nasab penyair ini sangat mulia, karena dia sebagai seorang anak raja Yaman yang bernama Hujr al-Kindy, dari segi nasab ibu penyair ini adalah Fathimah binti Rabi’ah, saudari Kulaib Taghlibi seorang perwira arab yang amat terkenal dalam peperangan al-Basus. Ditinjau dari segi nasb, penyair ini sanagt berpengaruh terhadap kepribadiannya.
Sejak kecil ia dibesarkan di Nejad, di tengah-tengah Bani Asad. Di lingkungan keluarga bangsawan kaya raya yang suka berfoya-foya. Selain itu ia juga mempunyai beberapa kebiasaan buruk lainnya seperti mabuk-mabukan dan bermain perempuan, hingga ia melalaikan kewajibannya sebagai putra mahkota untuk menjaga nama baik kerajaan dan berlatih memimpin masyarakat. Ia kerap kali dimarahi oleh ayahnya, bahkan akhirnya ia diusir dari istana.
Selama masa pembuangan, Umru'ul Qais bergabung dengan para penyamun, preman atau brandalan, serta tunawisma Arab yang sebaya dengannya.ia mengembara keseluruh pelosok jazirah Arab hingga ia bertemu dengan masyarakat badui. Orang-orang badui ini sangat suka terhadap Umru’ul Qais karena di samping ia mempunyai banyak harta, mereka juga membutuhkan spirit lewat puisi-puisi yang ia ciptakan untuk mengadapi lawan-lawan mereka.
Tabiat buruk Umru’ul Qais yang gemar berfoya-foya, tidak juga hilang meskipun ia dalam masa pembuangan. Suatu ketika saat ia sedang di sebuah warung minuman dan hiburan di suatu daerah bernama Dammun, datanglah seorang kurir yang menyampaikan berita mengenai kematian ayahnya. Ayahnya telah terbunuh di tangan kabilah Bani Asad, yaitu sebuah kabilah yang sedang memberontak terhadap kekuasaan ayahnya. Namun, bukannya terkejut dan menuntut balas atas kematian ayahnya, ia malah berkata dengan malas-malasan
 "ضيعني صغيرا, وحـملني دمه كبيرا, لا صحو اليوم, ولا سكر غدا, اليوم خمر, وغدا أمر"
“Ketika kecil Aku disia-siakan ayahku, namun ketika besar aku harus menaggung balas dendam atas kematianmu. Tidak ada kesadaran hari ini dan tidak ada mabuk besok. Hari ini khamr besok adalah waktu balas dendam.”
Esok harinya Ia berangkat menuju ke Nejad untuk menuntut balas kematiaan orang tuanya. Untuk melaksankan niatnya itu Umru’ul Qais terpaksa meminta bantuaan kekabilah-kabilah Arab yang masih famili, kabilah Taglib dan Baka. Sehingga pertempuran ini berkecamuk lama dan akhirnya pasukanya dapat membunuh sebagian besar pasukan Bani Asad. Ketika Umru’ul Qais menginginkan kemenangan lebih, para sekutunya mulai meninggalkannya. Bani Asad meminta bantuan Kaisar Anwa Sirwan (Raja Persia), sehingga tentara Qais kacau balau. Qais kemudian meminta bantuan kesana kemari. Kepada Samuel ibn Adi pemimpin kabilah Yahudi, dan menitipkan harta dan pasukannya, kemudian ia melarikan diri menuju kerajaan Romawi Timur (Byzantium) di Turki. Di tengah perjalanan, penyair itu terbunuh oleh musuhnya dan di makamkan di kota Angkara, Turki, dan tidak diketahui secara pasti tahun berapa ia terbunuh, diperkirakan kurang lebih 82 tahun sebeum Hijriyyah atau 530-540 Masehi.
Sebagian besar ahli sastra Arab berpendapat bahwa diantara puisi-puisi al-Mu'allaqat, puisi Umru'ul Qais merupakan puisi yang paling terkenal dan menduduki posisi penting dalam khazanah kesusastraan Arab jahiliyyah. Mu'allaqatUmru'ul Qais merupakan peninggalan yang paling agung dan  mempunyai peranan penting dalam perkembangan kesusastraan Arab pada masa-masa selanjutnya.
Ada dua bentuk syair yang di buat oleh Umru’ul Qais. Bentuk syairnya yang pertama adalah mengandung sifat kebaduian dalam ungkapan kering dan kasar, dengan makna-makna yang seram. Mungkin ada beberapa faktor yang menyebabkan tulisan syairnya bisa seperti itu, yakni karena keadaan geografis wilayah yang ganas, pergaulannya dengan suku badui yang cendrung kasar tapi mungkin sisi positifnya ia bisa mempunyai daya imajinasi yang kuat karena bergaul dengan mereka yang mayoritaspribadi dan pikirannya bebas, pengalamannya diusir dari istana ayahnya saat usianya masih belia juga memberi pengaruh terhadap terhadap syairnya.
Bentuk syairnya yang kedua adalah bersifat Ghazal yakni puisi yang mempunyai gaya bahasa yang tersendiri, dan gaya bahasa tersebut juga sudah biasa dipakai oleh penyair-penyair kita yang terkemudian. Yaitu gaya bahasa dengan mengenang kisah cinta abadi yang masih dirasakan keindahannya oleh penyair dan kekasihnya (Unaizah dan Fatimah) di samping itu, penyair juga menunjukkan bahwa dirinya mengenal dan mendalami kejiwaan wanita. Kadang-kadang Umru’ul Qais juga mengenang keindahan wanita bersamaan dengan mengenang kenikmatan harta benda dan kekayaannya sebegai seorang putera raja.
 Dia juga menyifati seorang wanita itu dengan seekor kijang yakni leher mereka yang panjang dan bagi persepsi orang jahiliyah wanita yang mempunyai leher yang panjang sebagai seorang wanita yang cantik rupawan.
Bila kita mempelajari puisi karya Umru’ul Qais dengan mendalam maka kita akan mengerti bahwa keindahan syairnya terletak pada caranya yang halus dalam syair ghazalnya. Ditambah dengan kata kiasan dan perumpamaan. Sehingga banyak orang beranggapan bahwa dialah yang menciptakan perumpamaan dalam syair Arab. Hanya saja kadang-kadang syairnya tidak luput dari perumpamaan yang cabul atau porno terutama ketika membicarakan kaum wanita, tetapi perumpamaan ini tidak mengurangi nilai syairnya karena kadar kecabulannya tidak terlalu berlebihan. Disamping itu perumpamaan kecabulannya tersebut merupakan kebiasaan bagi setiap penyair Arab dalam mengekspresikan sesuatu secara singkat, jelas, dan padat.
Banyak pengalaman-pengalamanya yang begitu mempengaruhi karya sastranya. Pengalaman disini adalah pengalaman yang menyakitkan dan mengiris hatinya seperti kandas cintanya dengan sang kekasih Unaizah, keluarganya dibunuh dan kerajaan ayahnya runtuh oleh musuh, kalah dalam perang menuntut balas dendam kepada Bani Asad.
B.     CONTOH SYI’IR UMRU’UL QAIS
Puisi Umru’ul Qais banyak yang hilang, dan yang tersisa hanya sebagian kecil yang terselamatkan, yaitu kurang lebih ada 25 kasidah. Kasidah tersebut pernah dicetak pertama di Paris tahun 1838, cetakan kedua dilengkapi dengan penjelasannya yaitu di Mesir tahun 1865, cetakan ketiga yaitu pada tahun 1890 di Mesir. Cetakan terakhir diterjemahkan kedalam bahasa latin dan bahasa Jerman dengan 3 puisinya yang terkenal, antara lain :
قِفاَ نَبكِ من ذِكرى حَبِيبٍ و مَنزِلٍ       *       بِسِقطِ اللوَى بينَ الدخُول فَحَومل
الاعِمْ صَباحاً ايُّها الطّللٌ البالى          *        وَهلْ يَعِمَنْ مَنْ كانَ في العُصرِ الخالى
            خَليْليَّ مُرًّ بينَ على أُمِّ جُنْدُبٍ           *          لِتَقضَى لباناتِ القُؤاد المُعَدَّبِ
“Marilah kita berhenti sejenak, dan meratapi kekasih di daerah Syiqtulliwa, yaitu kota yang terletak antara kota Dakhul dan Haula. Karena kota tersebut dalam benakku mengandung makna khusus untuk mengenang peristiwa penting dan kenangan abadi yang terjadi antara saya dan kekasih saya.
Hai tempat yang dahulu, lamakah masa pagimu, apakah si penghuni sekarang juga masih tetap seperti penghuni dahulu sebagaimana saya ketahui itu.
Kekasihku dulu bernama Umi Jundub, marilah kita semua berhenti sejenak di bekas tempat tinggalnya itu sebagai pelipur lara dan penghibur hatiku yang sedang duka.”

أَفاَطِمُ مَهْلاً بَعْدَ هذاالتَّذَلُّل      *      وَإِنْ كُنْتِ قَدْ أزْمَعْتِ صَرْمى فأَجْمِلىْ
أغُرُّكِ مِنِّى أنَّ حُبّك قَاتِلِىْ     *     وَإنّكَ مَهْماَتأمُرِىْ القَلبَ يَفعَلِ

“Hai Fathimah, tunggulah sebentar, coba dengarkanlah kata-kata ini, apakah kau akan memutuskan cintaku ini, setelah kau mencintaiku dengan sepenuh hati?
Apakah kau merasa tertipu dengan cinta yang kuberikan kepadamu itu? Itulah yang menyebabkan hatiku gundah dan putus harapan, katakanlah dengan terus terang wahai kekasihku, apakah dinda merasa tertipu?”

وَلَّيلِ كَمَوْجِ البَحْرِ أرْخَى سُدُوْلهُ     *    عَلَيَّ بِأَنْواعِ الهُمُوْمِ لِتَبْتَلى
فَقُلت لهُ لَمّاَ تَمَطَّى بصلّبهِ             *     وَأرْدَفَ إعْجازاً وَناَءَ بكَلّكَلِ
ألاأيُّهاَ اللّيْلُ الطويلُ ألاَانجَل          *     بصبحِ وَماَ الإصباحُ مِنْكَ بأمْثلِ
 فَياَلكَ مِنْ لَيْلٍ كَأَنَّ نُجُوْمَهُ            *     بكُلِّ مَغاَرِالفتلِ شُدَّتْ بيَذْبَلِ

“Malam bagaikan debur ombak lautan yang menggelarkan airnya, saya merasakan musibah beban saya yang makin berat, terus-menerus dan bertubi-tubi tanpa henti-hentinya, apakah dengan musibah itu saya masih bisa menunjukkan kesabaran atau saya malah tidak tabah bahkan selalu ketakutan?
Setelah saya memperkirakan bahwa beban musibah itu hampir usai, namun perkiraan saya itu meleset, jadi musibah bukan usai tetapi malah makin menjadi-jadi dan sayapun makin terseok-seok kepenatan.
Oleh karena itu, maka saya katakan pada malam yang gelap, “Hai malam percepatlah perjalananmu segera selesaikan tugasmu, agar kegelapanmu cepat hilang, dan beban pikiranku yang kacau balau cepat berganti dengan kejernihan dan keindahan sinar pagi. Saya mengira pagi lebih baik daripada kegelapan malam.
Namun ternyata perkiraanku meleset juga, sinar pagipun tidak membawa kecerahan, ketenangan, dan keamanan, kedukaanku terus bertambah siang dan malam.”




BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

            Umru’ul Qais berasal dari suku Kindah, yaitu suatu suku yang pernah berkuasa penuh di Yaman. Karena itu Umru’ul Qais lebih dikenal sebagai penyair Yaman dan Hadramaut. Ditinjau dari segi nasab, penyair ini sangat berpengaruh terhadap kepribadiannya.
Sejak kecil ia dibesarkan di Nejad, di tengah-tengah Bani Asad. Di lingkungan keluarga bangsawan kaya raya yang suka berfoya-foya. Selain itu ia juga mempunyai beberapa kebiasaan buruk lainnya seperti mabuk-mabukan dan bermain perempuan, hingga ia melalaikan kewajibannya sebagai putra mahkota untuk menjaga nama baik kerajaan dan berlatih memimpin masyarakat. Ia kerap kali dimarahi oleh ayahnya, bahkan akhirnya ia diusir dari istana.
Banyak pengalaman-pengalamanya yang begitu mempengaruhi karya sastranya. Pengalaman disini adalah pengalaman yang menyakitkan dan mengiris hatinya seperti kandas cintanya dengan sang kekasih Unaizah, keluarganya dibunuh dan kerajaan ayahnya runtuh oleh musuh, kalah dalam perang menuntut balas dendam kepada Bani Asad.
Beberapa puisi Umru’ul Qais banyak yang hilang, dan yang tersisa hanya sebagian kecil yang terselamatkan, yaitu kurang lebih ada 25 kasidah. Kasidah tersebut pernah dicetak pertama di Paris tahun 1838, cetakan kedua dilengkapi dengan penjelasannya yaitu di Mesir tahun 1865, cetakan ketiga yaitu pada tahun 1890 di Mesir. Cetakan terakhir diterjemahkan kedalam bahasa latin dan bahasa Jerman dengan 3 puisinya yang terkenal sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan.