Jumat, 21 November 2014

Imarah di Hijaz


IMARAH DI HIJAZ
Makalah:
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Geografi dan Budaya Arab




Oleh:
Lina Muflihah (A01213052)
M. Fatchur Rozak (A01213053)
Vera Lidya Putri I. (A21312114)
DosenPengampu:
 Idrus
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB
UIN SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014

KATA PENGANTAR
A.   Latar  Belakang











B.   Rumusan Masalah
1.  Bagaimana keadaan geografis wilayah hijaz?
2.  Bagaimana berlangsungnya kepemimpinan di hijaz?
3.  Bagaimana kondisi politik di hijaz?


C.   Tujuan
1.  Untuk mengetahui keadaan geografis wilayah hijaz.
2.  Untuk mengetahui berlangsungnya kepemimpinan di hijaz.
3.  Untuk mengetahui kondisi politik di hijaz.


PEMBAHASAN
A.    KEADAAN GEOGRAFIS WILAYAH  HIJAZ
Secara bahasa, Hijaz berarti penghambat atau tirai. Daerah ini semata-mata terdiri dari bukit barisan yang memanjang dari sebelah utara Yaman sampai ke dataran Syam. Di sini udaranya sangat panas. Jarang sekali turun hujan, dan bila turun hujan, maka terjadilah banjir yang airnya begitu derasnya mengalir ke laut, karena di situ terdapat lembah-lembah yang begitu banyak, sehingga tanahnya tandus. Kota-kotanya yang terkenal ialah: Mekah, Yatsrib (Madinah) dan Thaif. Dinamakan Hijaz, yang berarti penghambat; sebab daerah tersebut menghambat tanah rendah Tihamah dengan dataran tinggi Nejed.

B.     IMARAH DI HIJAZ
Nabi Isma’il ‘alaihissalam menjadi pemimpin Mekkah dan menangani urusan Ka’bah sepanjang hidupnya. Beliau meninggal pada usia 137 tahun. Sepeninggal beliau, kedua putra beliau yaitu; Nabit kemudian Qaidar secara bergilir menggantikan posisinya. Ada riwayat yang mengatakan bahwa Qaidar lah yang lebih dahulu kemudian baru Nabit. Sepeninggal keduanya, urusan Makkah kemudian ditangani oleh Mudhadh bin ‘Amru al-Jurhumi.
Dengan demikian beralihlah kepemimpinan ke tangan suku Jurhum dan terus berlanjut dalam waktu yang lama. Kedua putra Nabi Ismail menempati kedudukan yang terhormat di hati mereka lantaran jasa ayahanda keduanya dalam membangun Baitullah, padahal mereka tidak memiliki fungsi apapun dalam pemerintahan.
Hari-hari dan zaman pun berlalu sedangkan perihal anak cucu Nabi Isma’il masih redup tak tersentuh hingga gaung suku Jurhum pun akhirnya semakin melemah menjelang munculnya Bukhtunshar. Dipihak lain, peran politik suku ‘Adnan mulai bersinar di Mekkah pada masa itu yang indikasinya adalah tampilnya ‘Adnan sendiri sebagai pemimpin Bangsa Arab tatkala berlangsung serangan Bukhtunshar terhadap mereka di Zat ‘irq, sementara tak seorangpun dari suku Jurhum yang berperan dalam peristiwa tersebut. Bani ‘Adnan berpencar ke Yaman ketika terjadinya serangan kedua oleh Bukhtunshar pada tahun 587 M.
Di Mekkah, keadaan suku Jurhum semakin memburuk setelah itu, mereka mengalami kesulitan hidup. Hal ini menyebabkan mereka menganiaya para pendatang dan menghalalkan harta yang dimiliki oleh administrasi Ka’bah. Tindakan ini menimbulkan kemarahan orang-orang dari Bani ‘Adnan sehingga membuat mereka mempertimbangkan kembali sikap terhadap mereka sebelumnya. Ketika Khuza’ah melintasi Marr azh-Zhahran dan melihat keberadaan rombongan orang-orang yang terdiri dari suku Jurhum, dia tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, maka atas bantuan keturunan Bani ‘Adnan yang lain yaitu Bani Bakr bin ‘Abdu Manaf bin Kinanah mereka lantas memerangi orang-orang Jurhum, akibatnya mereka diusir dari Mekkah. Dengan begitu, dia berhasil mengusai pemerintahan Mekkah pada pertengahan abad 2 M. Tatkala orang-orang Jurhum akan mengungsi keluar Mekkah, mereka menyumbat sumur Zamzam dan menghilangkan letaknya serta mengubur didalamnya beberapa benda.
Periode Ismail ‘alaihissalam diprediksi berlangsung sekitar dua puluh abad sebelum Masehi. Dengan demikian masa keberadaan Jurhum di Mekkah berkisar sekitar dua puluh satu abad sedangkan masa kekuasaan mereka adalah selama dua puluh abad. Khuza’ah menangani sendiri urusan administrasi Mekkah tanpa menyertakan peran Bani Bakr.
Periode kekuasaan Khuza’ah berlangsung selama tiga ratus tahun. Pada periode ini kaum ‘Adnan menyebar di kawasan Najd, pinggiran ‘Iraq dan Bahrain. Sedangkan keturunan Quraisy ; mereka hidup sebagai Hallul (suku yang
 suka turun gunung) dan Shirm (yang turun gunung guna mencari air bersama unta mereka) dan menyebar ke pinggiran kota Mekkah dan menempati rumah-rumah yang berpencar-pencar di tengah kaum mereka, Bani Kinanah. Namun begitu, mereka tidak memiliki wewenang apa pun baik dalam pengurusan kota Mekkah ataupun Ka’bah hingga kemunculan Qushai bin Kilab.
Mengenai jatidiri Qushai ini, diceritakan bahwa bapaknya meninggal dunia saat dia masih dalam momongan ibunya, kemudian ibunya menikah lagi dengan seorang laki-laki dari Bani ‘Uzrah yaitu Rabi’ah bin Haram, lalu ibunya dibawa ke negeri asalnya di pinggiran Kota Syam. Ketika Qushai beranjak dewasa, dia kembali ke kota Mekkah yang kala itu diperintah oleh Hulail bin Habasyah dari Khuza’ah lalu dia meminang putri Hulail, Hubba maka gayung pun bersambut dan keduanya kemudian dinikahkan. Ketika Hulail meninggal dunia, terjadi perang antara Khuza’ah dan Quraisy yang berakhir dengan kemenangan Qushai dan penguasaannya terhadap urusan kota Mekkah dan Ka’bah.
Di antara langkah yang diambil oleh Qushai adalah memindahkan kaumnya dari rumah-rumah mereka ke Mekkah dan memberikan mereka lahan yang dibagi menjadi empat bidang, lantas menempatkan setiap suku dari Quraisy ke lahan yang telah ditentukan bagi mereka serta menetapkan jabatan sebelumnya kepada mereka yang pernah memegangnya yaitu suku Nasa-ah, Ali Shafwan, ‘Udwan dan Murrah bin ‘Auf sebab dia melihat sudah selayaknya dia tidak merubahnya.
Kondisi Politik
Pemerintahan Hijaz dianggap oleh seluruh orang-orang Arab sebagai pemimpin dan pelaksana keagamaan. Ketika mengadili persengketaan yang terjadi antar orang-orang Arab, pemerintahan tersebut bertindak mewakili kepemimpinan keagamaan dan ketika mengelola urusan masjid Haram dan hal-hal yang berkaitan dengannya, maka ia lakukan sebagai pemerintah yang mengurusi kemashlahatan orang-orang yang berkunjung ke Baitullah atau Ka’bah, begitu juga ia masih menjalankan syari’at Nabi Ibrahim.
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum.
Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Hijaz berarti penghambat/tirai. Daerah ini semata-mata terdiri dari bukit barisan yang memanjang dari sebelah utara Yaman sampai ke Dataran Syam. Di sini udaranya sangat panas. Jarang sekali turun hujan, dan kalau turun hujan, maka terjadilah banjir yang airnya begitu derasnya mengalir ke laut, karena di situ terdapat lembah-lembah yang begitu banyak, sehingga tanahnya tandus. Kota-kotanya yang terkenal ialah: Mekah, Yatsrib (Madinah) dan Thaif. Dinamakan Hijaz, yang berarti penghambat; sebab daerah tersebut menghambat tanah rendah Tihamah dengan dataran tinggi Nejed.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar