IMARAH DI HIJAZ
Makalah:
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Geografi
dan Budaya Arab
Oleh:
Lina Muflihah (A01213052)
M. Fatchur Rozak (A01213053)
Vera Lidya Putri I. (A21312114)
DosenPengampu:
Idrus
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB
UIN SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
keadaan geografis wilayah hijaz?
2.
Bagaimana
berlangsungnya kepemimpinan di hijaz?
3.
Bagaimana
kondisi politik di hijaz?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui keadaan geografis wilayah hijaz.
2.
Untuk
mengetahui berlangsungnya kepemimpinan di hijaz.
3.
Untuk
mengetahui kondisi politik di hijaz.
PEMBAHASAN
A.
KEADAAN GEOGRAFIS WILAYAH
HIJAZ
Secara bahasa, Hijaz berarti penghambat atau tirai. Daerah
ini semata-mata terdiri dari bukit barisan yang memanjang dari sebelah utara
Yaman sampai ke dataran Syam. Di sini udaranya sangat panas. Jarang sekali
turun hujan, dan bila turun hujan, maka terjadilah banjir yang airnya begitu
derasnya mengalir ke laut, karena di situ terdapat lembah-lembah yang begitu
banyak, sehingga tanahnya tandus. Kota-kotanya yang terkenal ialah: Mekah,
Yatsrib (Madinah) dan Thaif. Dinamakan Hijaz, yang berarti
penghambat; sebab daerah tersebut menghambat tanah rendah Tihamah dengan
dataran tinggi Nejed.
B.
IMARAH DI HIJAZ
Nabi Isma’il ‘alaihissalam menjadi pemimpin Mekkah
dan menangani urusan Ka’bah sepanjang hidupnya. Beliau meninggal pada usia 137
tahun. Sepeninggal beliau, kedua putra beliau yaitu; Nabit kemudian Qaidar
secara bergilir menggantikan posisinya. Ada riwayat yang mengatakan bahwa
Qaidar lah yang lebih dahulu kemudian baru Nabit. Sepeninggal keduanya, urusan
Makkah kemudian ditangani oleh Mudhadh bin ‘Amru al-Jurhumi.
Dengan demikian
beralihlah kepemimpinan ke tangan suku Jurhum dan terus berlanjut dalam waktu
yang lama. Kedua putra Nabi Ismail menempati kedudukan yang terhormat di hati
mereka lantaran jasa ayahanda keduanya dalam membangun Baitullah, padahal
mereka tidak memiliki fungsi apapun dalam pemerintahan.
Hari-hari dan
zaman pun berlalu sedangkan perihal anak cucu Nabi Isma’il masih redup tak
tersentuh hingga gaung suku Jurhum pun akhirnya semakin melemah menjelang
munculnya Bukhtunshar. Dipihak lain, peran politik suku ‘Adnan mulai bersinar
di Mekkah pada masa itu yang indikasinya adalah tampilnya ‘Adnan sendiri
sebagai pemimpin Bangsa Arab tatkala berlangsung serangan Bukhtunshar terhadap
mereka di Zat ‘irq, sementara tak seorangpun dari suku Jurhum yang berperan
dalam peristiwa tersebut. Bani ‘Adnan berpencar ke Yaman ketika terjadinya serangan
kedua oleh Bukhtunshar pada tahun 587 M.
Di Mekkah,
keadaan suku Jurhum semakin memburuk setelah itu, mereka mengalami kesulitan
hidup. Hal ini menyebabkan mereka menganiaya para pendatang dan menghalalkan
harta yang dimiliki oleh administrasi Ka’bah. Tindakan ini menimbulkan
kemarahan orang-orang dari Bani ‘Adnan sehingga membuat mereka mempertimbangkan
kembali sikap terhadap mereka sebelumnya. Ketika Khuza’ah melintasi Marr
azh-Zhahran dan melihat keberadaan rombongan orang-orang yang terdiri dari suku
Jurhum, dia tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, maka atas bantuan keturunan
Bani ‘Adnan yang lain yaitu Bani Bakr bin ‘Abdu Manaf bin Kinanah mereka lantas
memerangi orang-orang Jurhum, akibatnya mereka diusir dari Mekkah. Dengan
begitu, dia berhasil mengusai pemerintahan Mekkah pada pertengahan abad 2 M. Tatkala
orang-orang Jurhum akan mengungsi keluar Mekkah, mereka menyumbat sumur Zamzam
dan menghilangkan letaknya serta mengubur didalamnya beberapa benda.
Periode Ismail
‘alaihissalam diprediksi berlangsung sekitar dua puluh abad sebelum Masehi.
Dengan demikian masa keberadaan Jurhum di Mekkah berkisar sekitar dua puluh
satu abad sedangkan masa kekuasaan mereka adalah selama dua puluh abad.
Khuza’ah menangani sendiri urusan administrasi Mekkah tanpa menyertakan peran
Bani Bakr.
Periode
kekuasaan Khuza’ah berlangsung selama tiga ratus tahun. Pada periode ini kaum
‘Adnan menyebar di kawasan Najd, pinggiran ‘Iraq dan Bahrain. Sedangkan
keturunan Quraisy ; mereka hidup sebagai Hallul (suku yang
suka turun gunung) dan Shirm (yang turun
gunung guna mencari air bersama unta mereka) dan menyebar ke pinggiran kota
Mekkah dan menempati rumah-rumah yang berpencar-pencar di tengah kaum mereka,
Bani Kinanah. Namun begitu, mereka tidak memiliki wewenang apa pun baik dalam
pengurusan kota Mekkah ataupun Ka’bah hingga kemunculan Qushai bin Kilab.
Mengenai
jatidiri Qushai ini, diceritakan bahwa bapaknya meninggal dunia saat dia masih
dalam momongan ibunya, kemudian ibunya menikah lagi dengan seorang laki-laki
dari Bani ‘Uzrah yaitu Rabi’ah bin Haram, lalu ibunya dibawa ke negeri asalnya
di pinggiran Kota Syam. Ketika Qushai beranjak dewasa, dia kembali ke kota
Mekkah yang kala itu diperintah oleh Hulail bin Habasyah dari Khuza’ah lalu dia
meminang putri Hulail, Hubba maka gayung pun bersambut dan keduanya kemudian
dinikahkan. Ketika Hulail meninggal dunia, terjadi perang antara Khuza’ah dan
Quraisy yang berakhir dengan kemenangan Qushai dan penguasaannya terhadap
urusan kota Mekkah dan Ka’bah.
Di
antara langkah yang diambil oleh Qushai adalah memindahkan kaumnya dari
rumah-rumah mereka ke Mekkah dan memberikan mereka lahan yang dibagi menjadi
empat bidang, lantas menempatkan setiap suku dari Quraisy ke lahan yang telah
ditentukan bagi mereka serta menetapkan jabatan sebelumnya kepada mereka yang
pernah memegangnya yaitu suku Nasa-ah, Ali Shafwan, ‘Udwan dan Murrah bin ‘Auf
sebab dia melihat sudah selayaknya dia tidak merubahnya.
Kondisi Politik
Pemerintahan
Hijaz dianggap oleh seluruh orang-orang Arab sebagai pemimpin dan pelaksana
keagamaan. Ketika mengadili persengketaan yang terjadi antar orang-orang Arab,
pemerintahan tersebut bertindak mewakili kepemimpinan keagamaan dan ketika
mengelola urusan masjid Haram dan hal-hal yang berkaitan dengannya, maka ia
lakukan sebagai pemerintah yang mengurusi kemashlahatan orang-orang yang
berkunjung ke Baitullah atau Ka’bah, begitu juga ia masih menjalankan syari’at
Nabi Ibrahim.
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum.
Syaikh Shafiyyur-Rahman
Al-Mubarakfury
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hijaz berarti penghambat/tirai.
Daerah ini semata-mata terdiri dari bukit barisan yang memanjang dari sebelah
utara Yaman sampai ke Dataran Syam. Di sini udaranya sangat panas. Jarang
sekali turun hujan, dan kalau turun hujan, maka terjadilah banjir yang airnya
begitu derasnya mengalir ke laut, karena di situ terdapat lembah-lembah yang
begitu banyak, sehingga tanahnya tandus. Kota-kotanya yang terkenal ialah: Mekah,
Yatsrib (Madinah) dan Thaif. Dinamakan Hijaz, yang berarti
penghambat; sebab daerah tersebut menghambat tanah rendah Tihamah dengan
dataran tinggi Nejed.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar