Makalah :
حياة أمر القويس مع المثال من شعره
Mata Kuliah :
التاريخ الأدب العربي

Oleh :
1.
Imroatus Saudah (A01213039)
2.
Lina Muflihah (A01213052)
3.
M. Amirul Mukminin
Dosen Pengampu
:
PRODI BAHASA
DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB
UIN SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014
Kata
Pengantar
Alhamdulillah, kami ungkapkan ke hadirat Allah swt atas segala nikmat
dan anugerah-Nya yang telah diberikan kepada kami, khususnya atas terselesaikannya
makalah ini. Sholawat salam kami curahkan kepada nabi Muhammad SAW sebagai
ungkapan hormat dan tawadhu’ pada beliau. Semoga rahmat dan anugerah Allah
serta syafaat Rasulullah selalu tercurahkan kepada kita.
Makalah ini membahas tentang
kehidupan Umru’ul Qais dan hal-hal yang mempengaruhi gaya bahasa puisinya
beserta beberapa contoh syi’irnya yang terkenal.
Kami selaku penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah mengajarkan kami tentang hal
ini, kepada para penulis buku-buku sejarah sastra Arab serta teman-teman yang
telah memberikan motivasi kepada kami hingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya, kami berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua, kritik dan saran akan kami tanggapi dan
semoga kita semua mendapatkan ridha Allah Azzawajalla. Amin.
Surabaya,
08 April 2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, dapat diambil beberapa
rumusan masalah, antara lain :
a. Bagaimana kehidupan penyair Umru’ul Qais?
b. Apa saja yang mempengaruhi karya sastra Umru’ul Qais?
c. Apa saja contoh dari syi’ir-syi’ir Umru’ul Qais yang terkenal?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat kita ketahui beberapa
tujuan pembuatan makalah ini, antara lain :
a.
Kita dapat
mengetahui kehidupan penyair Umru’ul Qais pada zaman Jahiliyah
b.
Kita dapat
mengetahui pengaruh pengalaman Umru’ul Qais terhadap gaya bahasa dalam
syi’ir-syi’irnya
c.
Kita dapat
mengetahui beberapa contoh syi’ir-syi’ir Umru’ul Qais yang terkenal
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KEHIDUPAN UMRU’UL QAIS
Penyair ini berasal dari suku Kindah, yaitu suatu suku
yang pernah berkuasa penuh di Yaman. Karena itu Umru’ul Qais lebih dikenal
sebagai penyair Yaman dan Hadramaut.
Nasab penyair ini sangat mulia, karena dia sebagai
seorang anak raja Yaman yang bernama Hujr al-Kindy, dari segi nasab ibu penyair
ini adalah Fathimah binti Rabi’ah, saudari Kulaib Taghlibi seorang perwira arab
yang amat terkenal dalam peperangan al-Basus. Ditinjau dari segi nasb, penyair
ini sanagt berpengaruh terhadap kepribadiannya.
Sejak kecil ia dibesarkan
di Nejad, di tengah-tengah Bani Asad. Di lingkungan keluarga bangsawan kaya
raya yang suka berfoya-foya. Selain itu ia juga mempunyai beberapa kebiasaan buruk
lainnya seperti mabuk-mabukan dan bermain perempuan, hingga ia melalaikan kewajibannya
sebagai putra mahkota untuk menjaga nama baik kerajaan dan berlatih memimpin masyarakat.
Ia kerap kali dimarahi oleh ayahnya, bahkan akhirnya ia diusir dari istana.
Selama masa pembuangan, Umru'ul Qais
bergabung dengan para penyamun, preman atau brandalan, serta tunawisma Arab
yang sebaya dengannya.ia mengembara keseluruh pelosok jazirah Arab hingga ia bertemu
dengan masyarakat badui. Orang-orang badui ini sangat suka terhadap Umru’ul Qais
karena di samping ia mempunyai banyak harta, mereka juga membutuhkan spirit
lewat puisi-puisi yang ia ciptakan untuk mengadapi lawan-lawan mereka.
Tabiat buruk Umru’ul Qais
yang gemar berfoya-foya, tidak juga hilang meskipun ia dalam masa pembuangan.
Suatu ketika saat ia sedang di sebuah warung minuman dan hiburan di suatu daerah
bernama Dammun, datanglah seorang kurir yang menyampaikan berita mengenai kematian
ayahnya. Ayahnya telah terbunuh di tangan kabilah Bani Asad, yaitu sebuah kabilah
yang sedang memberontak terhadap kekuasaan ayahnya. Namun, bukannya terkejut dan
menuntut balas atas kematian ayahnya, ia malah berkata dengan malas-malasan
"ضيعني صغيرا, وحـملني دمه
كبيرا, لا صحو اليوم, ولا سكر غدا, اليوم خمر, وغدا أمر"
“Ketika kecil Aku
disia-siakan ayahku, namun ketika besar aku
harus menaggung balas dendam atas kematianmu. Tidak ada kesadaran hari ini dan
tidak ada mabuk besok. Hari ini khamr besok adalah waktu balas dendam.”
Esok
harinya Ia berangkat menuju ke Nejad untuk menuntut balas kematiaan
orang tuanya. Untuk melaksankan niatnya itu Umru’ul Qais terpaksa meminta bantuaan
kekabilah-kabilah Arab yang masih famili, kabilah Taglib dan Baka. Sehingga pertempuran ini berkecamuk
lama dan akhirnya pasukanya
dapat membunuh sebagian besar pasukan Bani Asad. Ketika Umru’ul Qais
menginginkan kemenangan lebih, para sekutunya mulai meninggalkannya.
Bani Asad meminta bantuan Kaisar Anwa Sirwan (Raja Persia),
sehingga tentara Qais kacau balau. Qais kemudian meminta bantuan kesana kemari.
Kepada Samuel ibn Adi pemimpin kabilah Yahudi, dan menitipkan harta dan
pasukannya, kemudian ia melarikan diri menuju kerajaan Romawi Timur
(Byzantium) di Turki. Di tengah perjalanan, penyair itu terbunuh oleh musuhnya
dan di makamkan di kota Angkara, Turki, dan tidak diketahui secara pasti tahun
berapa ia terbunuh, diperkirakan kurang lebih 82 tahun sebeum Hijriyyah atau
530-540 Masehi.
Sebagian besar ahli sastra Arab
berpendapat bahwa diantara puisi-puisi al-Mu'allaqat, puisi Umru'ul Qais
merupakan puisi yang paling terkenal dan menduduki posisi penting dalam khazanah
kesusastraan Arab jahiliyyah. Mu'allaqatUmru'ul
Qais merupakan peninggalan yang paling agung dan mempunyai peranan penting dalam perkembangan kesusastraan
Arab pada masa-masa selanjutnya.
Ada dua bentuk syair yang di buat oleh
Umru’ul Qais. Bentuk
syairnya yang pertama adalah mengandung sifat kebaduian dalam ungkapan kering
dan kasar, dengan makna-makna yang seram. Mungkin ada beberapa faktor yang
menyebabkan tulisan syairnya bisa seperti itu, yakni karena keadaan geografis
wilayah yang ganas, pergaulannya dengan suku badui yang cendrung kasar tapi
mungkin sisi positifnya ia bisa mempunyai daya imajinasi yang kuat karena
bergaul dengan mereka yang mayoritaspribadi dan pikirannya bebas, pengalamannya
diusir dari istana ayahnya saat usianya masih belia juga memberi pengaruh
terhadap terhadap syairnya.
Bentuk syairnya yang kedua adalah
bersifat Ghazal yakni puisi yang mempunyai gaya bahasa yang tersendiri,
dan gaya bahasa tersebut juga sudah biasa dipakai oleh penyair-penyair kita
yang terkemudian. Yaitu gaya bahasa dengan mengenang kisah cinta abadi yang
masih dirasakan keindahannya oleh penyair dan kekasihnya (Unaizah dan Fatimah)
di samping itu, penyair juga menunjukkan bahwa dirinya mengenal dan mendalami
kejiwaan wanita. Kadang-kadang Umru’ul Qais juga mengenang keindahan wanita
bersamaan dengan mengenang kenikmatan harta benda dan kekayaannya sebegai
seorang putera raja.
Dia juga menyifati seorang wanita itu dengan
seekor kijang yakni leher mereka yang panjang dan bagi persepsi orang jahiliyah
wanita yang mempunyai leher yang panjang sebagai seorang wanita yang cantik
rupawan.
Bila kita mempelajari puisi karya Umru’ul
Qais dengan mendalam maka kita akan mengerti bahwa keindahan syairnya terletak
pada caranya yang halus dalam syair ghazalnya. Ditambah dengan kata kiasan dan perumpamaan.
Sehingga banyak orang beranggapan bahwa dialah yang menciptakan perumpamaan dalam
syair Arab.
Hanya saja kadang-kadang syairnya
tidak luput dari perumpamaan yang cabul atau porno terutama ketika membicarakan
kaum wanita, tetapi perumpamaan ini tidak mengurangi nilai syairnya karena kadar
kecabulannya tidak terlalu berlebihan. Disamping itu perumpamaan kecabulannya tersebut merupakan kebiasaan bagi setiap penyair Arab
dalam mengekspresikan sesuatu secara singkat, jelas,
dan padat.
Banyak pengalaman-pengalamanya yang
begitu mempengaruhi karya sastranya. Pengalaman disini adalah pengalaman yang menyakitkan dan mengiris hatinya seperti kandas cintanya dengan sang
kekasih
Unaizah,
keluarganya
dibunuh dan kerajaan ayahnya runtuh oleh musuh, kalah dalam perang menuntut balas dendam kepada Bani Asad.
B.
CONTOH SYI’IR
UMRU’UL QAIS
Puisi Umru’ul
Qais banyak yang hilang, dan yang tersisa hanya sebagian
kecil yang terselamatkan, yaitu kurang lebih ada 25 kasidah. Kasidah tersebut
pernah dicetak pertama di Paris tahun 1838, cetakan kedua dilengkapi dengan
penjelasannya yaitu di Mesir tahun 1865, cetakan ketiga yaitu pada tahun 1890
di Mesir. Cetakan terakhir diterjemahkan kedalam bahasa latin dan bahasa Jerman
dengan 3 puisinya yang terkenal, antara lain :
قِفاَ نَبكِ من
ذِكرى حَبِيبٍ و مَنزِلٍ * بِسِقطِ اللوَى بينَ الدخُول فَحَومل
الاعِمْ صَباحاً
ايُّها الطّللٌ البالى * وَهلْ يَعِمَنْ مَنْ كانَ في العُصرِ
الخالى
خَليْليَّ مُرًّ
بينَ على أُمِّ جُنْدُبٍ * لِتَقضَى لباناتِ القُؤاد المُعَدَّبِ
“Marilah kita
berhenti sejenak, dan meratapi kekasih di daerah Syiqtulliwa, yaitu kota yang
terletak antara kota Dakhul dan Haula. Karena kota tersebut dalam benakku
mengandung makna khusus untuk mengenang peristiwa penting dan kenangan abadi
yang terjadi antara saya dan kekasih saya.
Hai tempat yang dahulu, lamakah masa pagimu, apakah si penghuni sekarang
juga masih tetap seperti penghuni dahulu sebagaimana saya ketahui itu.
Kekasihku dulu bernama Umi Jundub, marilah kita semua berhenti sejenak di
bekas tempat tinggalnya itu sebagai pelipur lara dan penghibur hatiku yang
sedang duka.”
أَفاَطِمُ مَهْلاً بَعْدَ هذاالتَّذَلُّل *
وَإِنْ كُنْتِ قَدْ أزْمَعْتِ صَرْمى فأَجْمِلىْ
أغُرُّكِ مِنِّى أنَّ حُبّك قَاتِلِىْ *
وَإنّكَ مَهْماَتأمُرِىْ القَلبَ يَفعَلِ
“Hai Fathimah, tunggulah sebentar, coba dengarkanlah kata-kata ini, apakah
kau akan memutuskan cintaku ini, setelah kau mencintaiku dengan sepenuh hati?
Apakah kau merasa tertipu dengan cinta yang kuberikan kepadamu itu? Itulah
yang menyebabkan hatiku gundah dan putus harapan, katakanlah dengan terus terang
wahai kekasihku, apakah dinda merasa tertipu?”
وَلَّيلِ كَمَوْجِ البَحْرِ أرْخَى سُدُوْلهُ *
عَلَيَّ بِأَنْواعِ الهُمُوْمِ لِتَبْتَلى
فَقُلت لهُ لَمّاَ تَمَطَّى بصلّبهِ * وَأرْدَفَ إعْجازاً وَناَءَ بكَلّكَلِ
ألاأيُّهاَ اللّيْلُ الطويلُ ألاَانجَل *
بصبحِ وَماَ الإصباحُ مِنْكَ بأمْثلِ
فَياَلكَ مِنْ
لَيْلٍ كَأَنَّ نُجُوْمَهُ
* بكُلِّ مَغاَرِالفتلِ شُدَّتْ
بيَذْبَلِ
“Malam bagaikan debur ombak lautan yang menggelarkan airnya, saya merasakan
musibah beban saya yang makin berat, terus-menerus dan bertubi-tubi tanpa
henti-hentinya, apakah dengan musibah itu saya masih bisa menunjukkan kesabaran
atau saya malah tidak tabah bahkan selalu ketakutan?
Setelah saya memperkirakan bahwa beban musibah itu hampir usai, namun
perkiraan saya itu meleset, jadi musibah bukan usai tetapi malah makin
menjadi-jadi dan sayapun makin terseok-seok kepenatan.
Oleh karena itu, maka saya katakan pada malam yang gelap, “Hai malam
percepatlah perjalananmu segera selesaikan tugasmu, agar kegelapanmu cepat
hilang, dan beban pikiranku yang kacau balau cepat berganti dengan kejernihan
dan keindahan sinar pagi. Saya mengira pagi lebih baik daripada kegelapan
malam.
Namun ternyata perkiraanku meleset juga, sinar pagipun tidak membawa kecerahan,
ketenangan, dan keamanan, kedukaanku terus bertambah siang dan malam.”
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Umru’ul Qais berasal dari suku Kindah, yaitu suatu suku
yang pernah berkuasa penuh di Yaman. Karena itu Umru’ul Qais lebih dikenal
sebagai penyair Yaman dan Hadramaut. Ditinjau dari segi nasab, penyair ini sangat berpengaruh terhadap kepribadiannya.
Sejak kecil ia dibesarkan di Nejad, di
tengah-tengah Bani Asad. Di lingkungan keluarga bangsawan kaya raya yang suka
berfoya-foya. Selain itu ia juga mempunyai beberapa kebiasaan buruk lainnya seperti
mabuk-mabukan dan bermain perempuan, hingga ia melalaikan kewajibannya sebagai putra
mahkota untuk menjaga nama baik kerajaan dan berlatih memimpin masyarakat. Ia kerap
kali dimarahi oleh ayahnya, bahkan akhirnya ia diusir dari istana.
Banyak pengalaman-pengalamanya yang
begitu mempengaruhi karya sastranya. Pengalaman disini adalah pengalaman yang menyakitkan dan mengiris hatinya seperti kandas cintanya dengan sang
kekasih
Unaizah,
keluarganya
dibunuh dan kerajaan ayahnya runtuh oleh musuh, kalah dalam perang menuntut balas dendam kepada Bani Asad.
Beberapa puisi Umru’ul Qais banyak yang hilang,
dan yang tersisa hanya sebagian kecil yang terselamatkan, yaitu kurang lebih
ada 25 kasidah. Kasidah tersebut pernah dicetak pertama di Paris tahun 1838,
cetakan kedua dilengkapi dengan penjelasannya yaitu di Mesir tahun 1865,
cetakan ketiga yaitu pada tahun 1890 di Mesir. Cetakan terakhir diterjemahkan
kedalam bahasa latin dan bahasa Jerman dengan 3 puisinya yang terkenal sebagaimana telah disebutkan dalam
pembahasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar