Senin, 28 Oktober 2013

celoteh buwat sumpah pemuda

Aku Dan Bangsaku

Pagi ini sudah tiga kali aku nyaris ditampar oleh ayah. Aku hanya bisa maklum saja menghadapi perilaku ayah, karena tadi malam ibu bilang bahwa ayah sudah dipecat dari perkebunan karet tempatnya bekerja selama ini. Waktu kutanya sebabnya ibu hanya bisa menjawab ayah ada masalah dengan datuk pemilik kebun.
Otakku mulai  berpikir keras demi mencari jawaban dari soal-soal yang Bu Mutiah berikan kemarin. Bagaimanapun juga aku tidak mau  mendapat nilai nol dan ditertawakan oleh Jalu. Apa boleh buat, walaupun takut aku harus memberanikan diri bertanya pada ayah. Kuhampiri ayah yang sedang mendengarkan siaran radio di ruang tamu.
“ Ayah mata uang Negara  kita rupiah atau ringgit ?” tanyaku pelan.
“ Bodoh !! walaupun di Entikong kita biasa memakai ringgit tapi rupiahlah mata uang Indonesia” jawabnya marah.
Cepat-cepat kutulis jawaban ayah di bukuku. Lalu kukumpulkan segenap keberanianku untuk kembali bertanya,
 “ Ehm… kalau lagu kebangsaan Negara kita apa yah?.”
“ Dasar bodoh ! Otak udang! Apa gunanya tiap pagi kau pergi ke sekolah? Dan apa pula gunanya pemerintah mendatangkan guru dari Jakarta itu, kalau soal mudah begini saja kau tak mampu?” amuk ayah.
Plak..plak…. kali ini pipiku menjadi sasaran empuk kemarahan ayah aku hanya bisa diam dan menangis. Tiba-tiba  dari radio ayah sayup-sayup mengalun sebuah lagu yang tidak pernah kudengar sebelumnya.
Satu nusa
Satu bangsa
Satu bahasa kita
Tanah air
Pasti jaya
Untuk selama-lamanya
Indonesia pusaka
Indonesia tercint
Nusa bangsa
Dan bahasa
Kita bela bersama

celoteh buwat sumpah pemuda

Kalah telak

“Tin…tin…..tin…….” suara klakson mobil, motor, bajaj hingga kopaja saling bersahut-sahutan. Doni hanya bisa pasrah dan menekuk muka. Sekarang sudah pukul 06.50, kurang sepuluh menit lagi gerbang sekolah akan ditutup sementara ia masih ada di dalam bajaj yang tengah terjebak dengan kemacetan kota Jakarta. Ia harus membuat sebuah keputusan besar dalam hidupnya.
“Bang saya turun sini aja deh bang ,ini ongkosnya!” Ujar Doni sambil bersiap-siap lari marathon menuju sekolahnya.
Dengan peluh membanjiri tubuhnya Doni berhasil sampai di sekolah pukul 07.05. Setelah  sedikit merayu pak satpam dengan iming-iming kaset terbaru Ridlo Rhoma, akhirnya ia diperbolehkan masuk. Sesampainya di kelas Doni langsung menuju bangku favoritnya, bangku paling belakang dekat jendela. Tujuan ia duduk disana cuma satu yaitu agar ia bisa puas melihat cewek-cewek di kelas sebelah yang sedang olahraga. Sedang asyik-asyiknya mengamati, pak Joko guru sejarah datang.
“Selamat pagi anak-anak! Hari ini kita akan belajar mengenai sumpah pemuda.  Baik, sekarang buka buku sejarah kalian halaman 40. Baca dan renungkanlah makna sumpah pemuda.” Titah pak Joko.
Doni yang ketahuan tidak membawa buku dan malah asyik memperhatikan siswi-siswi kelas sebelah yang sedang berolahraga akhirnya tertangkap basah oleh pak Joko.
“Doni! Berani-beraninya kamu tidak membawa buku saat pelajaran saya. Sekarang kamu maju dan dan sebutkan isi dari sumpah pemuda!” perintah pak Joko tegas.
“Ba..ba…baik pak” jawab Doni pasrah. Dengan langkah jumawa serta tingkat kepede-an yang amat tinggi Doni maju ke depan kelas. Tanpa babibu lagi Doni segera berkata dengan amat lantang “ Saya pemuda indonesia 2013 berjanji dengan ini untuk tidak galau-galauan lagi.  Saya pemuda Indonesia berjanji dengan ini untuk lebih menjunjung tinggi martabat Indonesia di jejaring-jejaring social seperti :facebook,  twitter, friendster dan lain-lain. Saya pemuda Indonesia berjanji dengan ini untuk membuang jauh-jauh bahasa alay dan akan selalu menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan KBBI. saya  …..”
“Stop..stop! Doni… apa-apaan kamu ini? Itu bukan termasuk isi sumpah pemuda,  kamu ini ngawur saja” amuk pak Joko.
Tiba-tiba Rahman berdiri dan mulai memprotes pak Joko“tidak pak Doni benar. Bukankah kita ini termasuk pemuda  Indonesia? Jadi sumpah yang kita ucapkan bisa juga disebut dengan sumpah pemuda. benarkan teman-teman? Hidup pemuda Indonesia !”
“Hidupp!!” jawab teman-temannya serempak.

Duar !! Pak Joko merasa kalah telak dari muridnya. Ia hanya bisa mengulum senyum menghadapi murid-muridnya yang sangat kritis.

celoteh buwat sumpah pemuda

Pemuda 2013


“Kurang ajar  lu Wa! Berani-beraninya lu rebut cewek gue, emang lu sapa? Hah?”amuk Rio.
“lho, bukan gue yang ngerebut..dia aja yang langsung dateng ke gue”jawab Dewa santai
“alah banyak bacot lu!”balas Rio emosi seraya melayangkan tinjunya kepada Dewa tepat di wajahnya. Dewa yang tidak terima karena hidungnya berdarah, langsung menendang perut Rio. Perkelahianpun terjadi, bukannya  memisahkan, anak-anak di kantin SMA Harapan Bangsa inipun malah menyemangati dan menyoraki mereka berdua. Tanpa mereka sadari keramaian di kantin sampai terdengar ke ruang guru. Tak disangka-sangka pak Brata telah berdiri di tengah-tengah kantin.
“Berhenti..!! Kalian berdua yang sedang berkelahi, berhenti…….!!! Teriak pak Brata menggelegar.
Walaupun pak Brata sudah marah Dewa dan Rio pun tetap asyik berduel. Pak Brata yang berusaha memisahkan mereka berdua malah terkena pukulan di wajahnya.
“Stop…!!! Rio,Dewa! kalau kalian tidak berhenti akan saya keluarkan kalian dari sekolah ini” ancam pak Brata. “sekarang kalian berdua ikut ke ruangan saya!” perintahnya.
Sesampainya di ruangan pak Brata Rio dan Dewa hanya bisa tertunduk pasrah menerima ceramah pak Brata yang tidak aka ada habisnya mengenai peran dan kewajiban pemuda Indonesia.
“Apakah kalian tahu dulu pemuda-pemuda Indonesia yang tersebar di seluruh nusantara  bersatu padu menyelaraskan pemikiran mereka untuk melawan penjajah ,hingga lahirlah sumpah pemuda. Dan pada akhirnya kemerdekaan Indonesia pun  dapat diraih akibat desakan golongan muda juga. Tidak  seperti  pemuda zaman sekarang yang sedikit-sedikit galau, tawuran,nge-drugs, ke diskotik atau bahkan berani tidur dengan anak  orang. Apakah kalian tidak berpikir mau jadi apa bangsa ini nanti? Sekarang, bapak  minta kalian sebagai pemuda  Indonesia menuliskan sumpah kalian dan mengikrarkannya di depan tiang bendera satu jam lagi, mengerti?”tanya pak Brata.
“Mengerti pak..” jawab Rio dan Dewa. Karena waktu sudah hampir habis, Rio dan Dewa pun sepakat untuk menyatukan sumpah mereka dan menulisnya pada selembar kertas di meja pak Brata. Setelah selesai mereka  pun melangkah dengan jumawa ke hadapan tiang bendera.
“Teman-teman sebangsa dan setanah air dengarkanlah ikrar kami 2 cowok terganteng di dunia” ujar Dewa dengan tingkat kepede-an yang sangat tinggi. Lalu Rio dan Dewa pun memulai mengucapkan ikrarnya “ Kami pemuda Indonesia 2013 berjanji akan lebih menjunjung tinggi bangsa Indonesia di berbagai jejaring social, seperti facebook, twitter, friendster dan lain-lain. Kami pemuda Indonesia 2013 berjanji tidak akan galau-galauan lagi. Kami pemuda Indonesia 2013 berjanji akan memusnahkan bahasa alay dan akan menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan EYD.”
Plok….plok… tepuk tangan membahana dari seantero sekolah membuat Rio dan Dewa merasa terharu dan berjanji dalam hati untuk benar-benar menjalankan sumpah yang mereka buat. Biarlah hanya  Tuhan yang tahu kesungguhan tekad mereka.

Selasa, 01 Oktober 2013

Di Balik Tetesan Sedudo
Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang raja yang sangat masyhur di kota Kediri. Raja tersebut mempunyai seorang putri yang sangat cantik jelita. Setiap harinya banyak sekali pangeran-pangeran dari kerajaan lain yang datang kepada paduka raja dengan maksud meminang Sang Putri. Tapi Sang Raja selalu menolak tiap pangeran yang datang kepadanya dengan maksud melamar putrinya.
Di suatu pagi yang cerah kedamaian dan ketenangan kerajaan pun terusik oleh teriakan Sang Putri. Kontan raja dan permaisuri pun segera berlari menuju ke kamar putri semata wayang mereka.
 “Aaahhhhhh ……… Ayah, ibu, apa yang terjadi dengan kulitku?” Tanya Sang Putri ketakutan. Sambil menunjukkan tubuhnya yang penuh dengan bintik-bintik merah.
 “Pengawal, cepat panggil tabib istana kemari! Cepat!” perintah Sang Raja panik. Lalu masuklah tabib ke dalam kamar Sang Putri. Tanpa membuang waktu lagi tabib segera memeriksa keadaan Sang Putri. “Bagaimana keadaan putriku, tabib?” tanya Sang Raja khawatir.
“Tenang saja paduka, putri hanya mengalami sakit cacar biasa. Dalam beberapa hari lagi putri akan kembali cantik seperti sediakala” jawab tabib.
Hari-haripun berlalu, bukannya bertambah sembuh tapi penyakit Sang Putri pun semakin bertambah parah. Penyakit cacar yang diderita Sang Putri pun bertambah parah dan menjijikkan. Akhirnya Sang Raja yang sudah bingung dan mulai merasa malu terhadap penyakit Sang Putri bermaksud mengirim putri ke padepokan.
Tibalah Sang Putri di suatu daerah yang bernama Pace. Di sana putri tinggal di sebuah padepokan milik seorang tabib yang merupakan teman raja. Sang Raja meminta kepada tabib untuk merahasiakan identitas putrinya kepada masyarakat sekitar  padepokan. Setiap pagi setelah ayam jantan pertama berkokok dan sebelum orang-orang memulai aktifitas paginya, tabib selalu memandikan sang putri di air terjun Roro Kuning. Awalnya putri merasa malu akan penyakitnya kepada tabib. Akan tetapi tabib selalu membesarkan hatinya. Agar Sang Putri tidak merasa minder dan rendah diri.
Hari berganti hari, berkat ramuan yang diberikan tabib dan berkat kemauan putri yang kuat untuk sembuh, penyakit putri pun berangsur-angsur sembuh. Paras cantiknya kian terlihat kembali. Kedua anak lelaki tabib mulai merasa curiga akan identitas Sang Putri. Akhirnya kedua anak lelaki yang penasaran itu pun pergi menemui ayahnya. “Ayah, sebenarnya siapakah gadis cantik jelita yang sedang kau obati itu?” tanya Si Sulung.
“Gadis itu anak seorang teman ayah di Kediri. Memang ada apa gerangan kalian bertanya seperti itu?” balas tabib.
“Gadis itu cantik sekali ayah” jawab Si Bungsu spontan. Karena merasa tidak puas dengan jawaban ayah mereka kakak beradik itu pun mulai menyelidiki identitas gadis tersebut. Akhirnya setelah bertanya kesana-kemari kedua kakak beradik itu pun mengetahui bahwasanya gadis cantik tersebut adalah putri seorang raja di Kediri.
Akhirnya kedua anak pemilik padepokan tersebut berusaha merebut hati Sang Putri. Mereka bertiga pun mulai merajut jalinan kasih bersama. Namun cerita tak selamanya indah. Cerita yang sebenarnya baru bermula ketika Sang Putri telah sembuh dari penyakitnya.
 Putri yang telah sembuh dari penyakitnya akhirnya dijemput oleh ayahnya, yang tak lain adalah raja dari kerajaan Kediri. Awalnya Sang Putri menolak untuk kembali ke Istana. Tapi Sang Raja mengancam bahwa ia tidak akan menganggap Sang Putri sebagai anak lagi bila putri tidak mau kembali ke Istana. Akhirnya Sang Putri pun mengikuti raja kembali ke Istana. Sesampainya di Istana, putri sangat terkejut karena ternyata Sang Raja telah menjodohkan dirinya dengan seorang putra mahkota kerajaan Kediri. Beberapa hari kemudian digelarlah pernikahan akbar antara Sang Putri dengan putra mahkota kerajaan Kediri.
Kedua kakak beradik anak pemilik padepokan merasa dikhianati setelah mendengar kabar tentang pernikahan Sang Putri. Karena merasa sakit hati mereka berdua akhirnya mengurung diri dalam sebuah kamar sampai berbulan-bulan. Lalu pada suatu hari mereka keluar dari kamar tersebut dengan tabiat yang sama sekali berbeda. Dahulu mereka begitu ramah pada semua orang. Kini mereka tidak memiliki sopan santun sama sekali.
Setiap harinya yang kakak beradik itu lakukan hanyalah membuat onar di desa. Karena merasa malu atas ulah anaknya akhirnya pemilik padepokan tersebut mengutus  anaknya untuk melakukan semedi demi melupakan jalinan kasih yang telah terbina dengan putri kerajaan Kediri. Sebelum mereka melakukan semedi mereka mengucapkan sebuah ikrar. Sang Kakak akan selalu hidup melajang dan Sang Adik tidak akan pernah bersikap sopan lagi pada orang lain.
Sang Kakak bertapa disebuah air terjun tertinggi maka dari itu air terjun yang berada paling tinggi dinamakan air terjun Sedudo yang artinya “Sing mendudo” atau dalam bahasa Indonesia artinya “Yang melajang”. Sedangkan Sang Adik bersemedi disebuah air terjun yang terletak di bawah air terjun Sedudo maka air terjun tersebut dinamakan air terjun Singo Kromo yang arinya “Sing ora kromo” atau dalam bahasa Indonesia artinya “Yang tidak memiliki sopan santun”. Nama dari kedua air terjun tersebut di ambil dari ikrar mereka sewaktu akan melakukan semedi dulu.