Di Balik Tetesan Sedudo
Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang raja yang sangat masyhur di kota Kediri. Raja tersebut mempunyai seorang putri yang sangat cantik jelita. Setiap harinya banyak sekali pangeran-pangeran dari kerajaan lain yang datang kepada paduka raja dengan maksud meminang Sang Putri. Tapi Sang Raja selalu menolak tiap pangeran yang datang kepadanya dengan maksud melamar putrinya.
Di suatu pagi yang cerah kedamaian dan ketenangan kerajaan pun terusik oleh teriakan Sang Putri. Kontan raja dan permaisuri pun segera berlari menuju ke kamar putri semata wayang mereka.
“Aaahhhhhh ……… Ayah, ibu, apa yang terjadi dengan kulitku?” Tanya Sang Putri ketakutan. Sambil menunjukkan tubuhnya yang penuh dengan bintik-bintik merah.
“Pengawal, cepat panggil tabib istana kemari! Cepat!” perintah Sang Raja panik. Lalu masuklah tabib ke dalam kamar Sang Putri. Tanpa membuang waktu lagi tabib segera memeriksa keadaan Sang Putri. “Bagaimana keadaan putriku, tabib?” tanya Sang Raja khawatir.
“Tenang saja paduka, putri hanya mengalami sakit cacar biasa. Dalam beberapa hari lagi putri akan kembali cantik seperti sediakala” jawab tabib.
Hari-haripun berlalu, bukannya bertambah sembuh tapi penyakit Sang Putri pun semakin bertambah parah. Penyakit cacar yang diderita Sang Putri pun bertambah parah dan menjijikkan. Akhirnya Sang Raja yang sudah bingung dan mulai merasa malu terhadap penyakit Sang Putri bermaksud mengirim putri ke padepokan.
Tibalah Sang Putri di suatu daerah yang bernama Pace. Di sana putri tinggal di sebuah padepokan milik seorang tabib yang merupakan teman raja. Sang Raja meminta kepada tabib untuk merahasiakan identitas putrinya kepada masyarakat sekitar padepokan. Setiap pagi setelah ayam jantan pertama berkokok dan sebelum orang-orang memulai aktifitas paginya, tabib selalu memandikan sang putri di air terjun Roro Kuning. Awalnya putri merasa malu akan penyakitnya kepada tabib. Akan tetapi tabib selalu membesarkan hatinya. Agar Sang Putri tidak merasa minder dan rendah diri.
Hari berganti hari, berkat ramuan yang diberikan tabib dan berkat kemauan putri yang kuat untuk sembuh, penyakit putri pun berangsur-angsur sembuh. Paras cantiknya kian terlihat kembali. Kedua anak lelaki tabib mulai merasa curiga akan identitas Sang Putri. Akhirnya kedua anak lelaki yang penasaran itu pun pergi menemui ayahnya. “Ayah, sebenarnya siapakah gadis cantik jelita yang sedang kau obati itu?” tanya Si Sulung.
“Gadis itu anak seorang teman ayah di Kediri. Memang ada apa gerangan kalian bertanya seperti itu?” balas tabib.
“Gadis itu cantik sekali ayah” jawab Si Bungsu spontan. Karena merasa tidak puas dengan jawaban ayah mereka kakak beradik itu pun mulai menyelidiki identitas gadis tersebut. Akhirnya setelah bertanya kesana-kemari kedua kakak beradik itu pun mengetahui bahwasanya gadis cantik tersebut adalah putri seorang raja di Kediri.
Akhirnya kedua anak pemilik padepokan tersebut berusaha merebut hati Sang Putri. Mereka bertiga pun mulai merajut jalinan kasih bersama. Namun cerita tak selamanya indah. Cerita yang sebenarnya baru bermula ketika Sang Putri telah sembuh dari penyakitnya.
Putri yang telah sembuh dari penyakitnya akhirnya dijemput oleh ayahnya, yang tak lain adalah raja dari kerajaan Kediri. Awalnya Sang Putri menolak untuk kembali ke Istana. Tapi Sang Raja mengancam bahwa ia tidak akan menganggap Sang Putri sebagai anak lagi bila putri tidak mau kembali ke Istana. Akhirnya Sang Putri pun mengikuti raja kembali ke Istana. Sesampainya di Istana, putri sangat terkejut karena ternyata Sang Raja telah menjodohkan dirinya dengan seorang putra mahkota kerajaan Kediri. Beberapa hari kemudian digelarlah pernikahan akbar antara Sang Putri dengan putra mahkota kerajaan Kediri.
Kedua kakak beradik anak pemilik padepokan merasa dikhianati setelah mendengar kabar tentang pernikahan Sang Putri. Karena merasa sakit hati mereka berdua akhirnya mengurung diri dalam sebuah kamar sampai berbulan-bulan. Lalu pada suatu hari mereka keluar dari kamar tersebut dengan tabiat yang sama sekali berbeda. Dahulu mereka begitu ramah pada semua orang. Kini mereka tidak memiliki sopan santun sama sekali.
Setiap harinya yang kakak beradik itu lakukan hanyalah membuat onar di desa. Karena merasa malu atas ulah anaknya akhirnya pemilik padepokan tersebut mengutus anaknya untuk melakukan semedi demi melupakan jalinan kasih yang telah terbina dengan putri kerajaan Kediri. Sebelum mereka melakukan semedi mereka mengucapkan sebuah ikrar. Sang Kakak akan selalu hidup melajang dan Sang Adik tidak akan pernah bersikap sopan lagi pada orang lain.
Sang Kakak bertapa disebuah air terjun tertinggi maka dari itu air terjun yang berada paling tinggi dinamakan air terjun Sedudo yang artinya “Sing mendudo” atau dalam bahasa Indonesia artinya “Yang melajang”. Sedangkan Sang Adik bersemedi disebuah air terjun yang terletak di bawah air terjun Sedudo maka air terjun tersebut dinamakan air terjun Singo Kromo yang arinya “Sing ora kromo” atau dalam bahasa Indonesia artinya “Yang tidak memiliki sopan santun”. Nama dari kedua air terjun tersebut di ambil dari ikrar mereka sewaktu akan melakukan semedi dulu.